Portal Adat di PT NPR Desa Karendan Sepakat Dibuka dengan 4 Poin Konsekuensi
Lahei | turianews.com - Mengatasi keresahan warga pengelola lahan di wilayah Desa Karendan, Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara yang digarap PT. Nusa Persada Resources (NPR) tanpa seijin pemilik membuat Pemerintah Desa Harus Turun Tangan
Pengarapan lahan diketahui terjadi dimulai pada sekitar pertengahan bulan Nopember 2024 disaat masyarakat dengan semua unsur sedang malaksanakan pesta Demokrasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara sekaligus pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Kalimantan Tengah Khususnya
Sebagai upaya pertama Kepala Desa Karendan sudah mengirim surat kepada PT. NPR dengan Prihal: Penghentian Sementara kegiatan PT. NPR sebagaimana surat tertanggal 20 November 2024 Nomor:141/003/PEM/DK/XI/2024
karena tidak digubris maka melalui koordinator lahan Bpk. Prianto Samsuri juga membuat surat Somasi menolak keras keberadaan PT. NPR dan menolak keberadaan Bpk. Rustam Efendi Bagian Eksternal sebagai upaya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan di masyarakat
Setelah itu diketahui media ini, Hal yang sama pada tanggal, 24 Kepala Desa Karendan dengan Kepala Desa Muara Pari menyampaikan surat kepada Presiden Direktur PT. Indo Tambang Megah Raya (ITM) Up. PT.NPR Di Jakarta untuk menghentikan kegiatan dan menyampaikan tuntutan Ganti Rugi Hak Kelola Masyarakat sekitar
Beberapa upaya yang dilakukan juga tidak di indahkan terpaksa masyarakat pengelola lahan melalui kordinator lakukan upaya Portal Adat Palimara pada lokasi yang didampingi beberapa tokoh masyarakat dengan perwakilan Ormas GPD -Alur Barito dan Ormas Gerbang Dayak
Sebagai perwakilan perusahaan bagian Eksternal, Sejak malam pertemuan yang dipasilitasi oleh KabagOp Polres Barito Utara, hingga didepan Portal Adat 11/12/2024, Rustam Efendi menyampaikan, "Tentunya PT. NPR Sudah melakukan pembebasan lahan sekitar 40% dari total luas rencana pembebasan tahap (I) dan tentunya juga kami sudah sesuai rekomendasi dari Tim yang sudah terbentuk untuk melakukan pengukuran total luasan lahan pada saat sebelumnya. Ujar Ristam
Haltersebut secara tegas dibantah oleh Riki selaku Kepala Desa Karendan, "Jika memang benar PT. NPR Telah melakukan pembebasan mana bukti dokumen pembenasanya...?Saya selaku kepala desa tidak pernah mengetahui adanya pembebasan dimaksud dan bagaimanapun selaku kepala desa saya wajib mengetahui hal itu, Yang saya tau disini belum ada seorangpun masyarakat pengelola lahan yang menerima pembebasan taliasih dari pihak perusahaan, Jadi agar jelas kita tidak usah berbelit-belit dan jika tidak ada pihak oknum perusahaan yang masuk angin serahkan dokumenya sekarang agar saya tidak dituntut warga pengelola lahan disini. Terangnya
Riki menambahkan, "Ini wilayah saya, saya tau siapa2 pengelola lahan disini dan yang dituntut warga ini benar hak kelola mereka, Jika ada yang menjual hutan atau cuma ngaku-ngaku Tampa bukti kelola, menjual hak orang lain itu jelas ada pidananya namun itu menjadi tanggung jawab perusahaan, Jangan masyarakat pemilik ini di bodohi lagi, Sudah lahan mereka di jual mereka lagi yang suruh laporkan sementara oknum perusahaan dan si penjual sudah bersenang-senang menghabiskan uangnya. Tutur Riki
Ditempat yang sama BPK. Prianto selaku koordinator lahan menyampaikan, 'Jika hari ini tidak menemukan kata sepakat maka saya tidak dapat membendung lagi beberapa ribu masa yang akan turun dan kami siap menghadapi konsekuensi apapun resikonya, Kerna dari tadi malam saya sudah cukup membantu membatasi masa yang akan turun lapangan. Terbangnya
"Pulang duaratus masa akan datang duaribu, dan jika dua ribu orang masih Kurang siap kami datangkan tujuh ribu orang untuk menghadapi PT. NPR dengan apapun resikonya. Kerna yang kami tuntut ini adalah hak kelola sesuai bukti, jika ada pembayaran kepihak lain silahkan kalian urus sendiri kerna kami pengelola lahan belum pernah menjual lahan kelola kami dan jika ada yang menjual hutan atau menjual hak orang lain silahkan dipidanakan kerna ini status HPH jadi yang kami tuntut adalah hak kelola yang benar ada ada bukti pengelolaanya. Kata Prianto tegas
Tuntutan masyarakat pengelola lahan. Disambut baik oleh perwakilan PT. NPR dan disampaikan.Pak. yg Ciengen selaku Kepala Tehnik Tambang (KTT) "Kita sepakat seandainya PT. NPR salah bayar kepada orang yang tidak tepat tidak mungkin kita suruh rekan-rekan pemilik lahan untuk mengejar dan itu sudah semestinya menjadi resiko yang ditanggung PT NPR oleh kerna itu proses tetap kita serahkan kepada pihak berwajib yang akan kita minta untuk mempasilitasi bagaimana proses selanjutnya. Jadi dokumen pembayaran.yang diminta oleh pak kades nanti pasti kita sampaikan setelah ada petunjuk dari pihak Kepolisian dan untuk itu kita saling percaya untuk sama-sama meminta kepada BPK. Kapolres Kapolres untuk mempasilitasi masalah ini. Tuturnya
Dengan dipasilitasi Kapolsek Kecamatan Teweh Timur IPTU Ade Sumarna Sprin Kapolres Barito Utara dan Sekaligus Mewakili Polsek Kecamatan Lahei Portal Adat Resmi dibuka dengan 4 Poin kesepakatan bersama yaitu:
1. PT. NPR Siap melakukan Ritual Nyanggar setelah 2 Minggu RAB diterima dari Pisur Basir atau panitia
2. PT. NPR akan segera menindaklanjuti tuntutan warga terkait lahan yang belum di bayar dan meminta dipasilitasi pihak Polres Barito Utara
3. PT. NPR tetap bisa bekerja hanya untuk pembersihan jalan dan Booring namun tidak mengerjakan garapan pada lahan yang masih bermasalah
4. Kedua belah pihak tetap menjaga keamanan dan kekondusipan bersama
Setelah adanya kesepakatan hingga pembukan Portal adat semua pihak yang hadir bersama kepolisian dan PT. NPR melakukan pengecekan pada 1 Unit Pondok yang di rusak dan pada kebun karet yang tergarap serta pada sisi kiri kanan jalan sepanjang sekitar 1,600 Meter akibat pelebaran jalan yang di garap oleh PT. WIKI atas Printah PT. NPR.
"Untuk niat baik permohonan maap secara Adat dan ganti kerugian dari PT. NPR kami tunggu kata Hison selaku perwakilan pemilik ribuan pohon karet yang tergarap, Bila ada Atei Bura Lapusu Lio baru bisa kita bicarakan nilai kerugian dengan masing-masing anggota pengelola lahan, Jika benda adat itu tidak ada apa yang bisa kita sampaikan pada mereka, kerna Harus seperti itu adatnya akibat telah terjadi Mutus Mandra menggarap kebun tanpa seijin.dan hanya 1 poin itu yang masih belum selesai kerna memang lebih duluan kesepakatan baru cek lahan dan kami dari GPD-Alur Barito yang sekaligus selaku sebagian pengelola lahan saat itu hanya menjalankan Tugas pengawalan sesuai surat permohonan," tutur Hison. (Egi)
Komentar
Posting Komentar